REFLEKSI DWI MINGGUAN 2.3

Oleh : Mabruratul Hasanah, M. Pd.

CGP ANGKATAN 5 KABUPATEN PAMEKASAN, SMAN 2 PAMEKASAN.

Untuk mewujudkan filosofi KHD saya harus  menjadi seorang guru penggerak yang memiliki otak luhur manusia, yang bijaksana dalam mengambil segala tindakan. Hal itu terjadi karena dengan kita memiliki otak luhur manusia maka pembelajaran dengan filosofi KHD dan siswa yang memiliki profile Pancasila akan tercapai. Hal itu akan saya tuangkan dalam visi saya sebagai guru penggerak. Visi guru penggerak dapat diwujudkan dalam pembuatan BAGJA prakarsa perubahan. Visi saya sebagai guru penggerak adalah mengembangkan sekolah ramah anak melalui disiplin positif. Disiplin positif akan menjadikan budaya positif ketika disiplin positif tersebut dilaksanakan oleh semua pihak sekolah. Cara untuk menerapkan itu semua kita dapat menerapkan segitiga restitusi.  Segi tiga restitusi tersebbit adalah 1. Menstabilkan identitas, 2. Menvalidasi tindakan yang salah dan 3. Menanyakan keyakian. Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata. Selain itu Anak didik bukanlah kertas kosong yang harus kita isi dengan tulisan atau gambar seperti apa yang kita inginkan, akan tetapi sudah ada goresan-goresan yang nantinya goresan-goresan tersebut harus kita pertebal. Mereka hadir dari berbagai latar belakang, kemampuan dan potensi. Sebagai guru, kita bertugas untuk menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat dalam memimpin pembelajaran. Selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan dan mengasah potensi mereka. Oleh karena itu, kita diharapkan memiliki kemampuan dalam mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan mendukung potensi mereka tersebut.

Kemampuan yang harus kita miliki adalah keterampilan Coaching. Coaching merupakan bentuk kemitraan bersama coachee dan coach untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimiliki oleh seorang coachee. Hal itu dilakukan dengan melalui proses yang menstimulasikan dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif dari seorang coachee. Dengan keterampilan coaching, seorang guru sebagai coach tidak langsung memberikan solusi kepada anak didiknya yang berposisi seagai coachee, tapi memberikan stimulasi kepadanya sehingga nantinya anak didik dapat menentukan solusi dari permasalahannya sendiri.

Utuk menjalankan perannya sebagai coach, seorang guru harus dapat melakukan komunikasi yang baik dengan coacheenya sebagai keterampilan dasar coaching. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan. Diharapkan coach dapat melaksanakn komunikasi yang asertif, Komunikasi asertif dapat membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak.

Di awal pembelajaran, seorang guru harus memetakan kebutuhan belajar siswanya. Kebutuhan belajar ini data dilihat dari hasil peilaia diagostik yag mecakup: kesiapan belajar, minat dan profil siswa. Pemetaan ini akan menjadi dasar seorang guru dalam melakukan praktek pembelajaran berdiferensiasi di kelas, Berdasarkan peta kebutuhan belajar tersebut, maka seorang guru akan menentukan strategi apa yang akan dilakukan dalam melakasanakan pembelajaran yang berdiferensiasi. Strategi tersebut dapat berupa diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Dengan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi tersebut berarti seorang guru telah melaksaakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. hasil dari pelaksanaan pembelajaran tersebut adalah para siswa menjadi nyaman dalam belajar. Selain itu diperlukan adanya pelaksaan pembelajaran social dan emosional yang terintegrasi dalam pembelajaran, dan akan menunjang kenyamana siswa dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi tersebut. Nah pembelajaran berdiferensiasi inilah yang di maksud sebagai guru melakukan pelaksanaan coaching, karena pembelajaran berdifferensiasinya disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah dan keadaan siswa yang tertuag dalam penilaian diagitiknya. Dengan kata lain coaching akan membantu guru dalam mengenali permasalahan siswanya dalam belajar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru akan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang ditunjang dengan adanya pembelajaran social emosional (PSE) sesuai dengan keutuhan da keiginan siswa.

 

 

Comments

Popular posts from this blog

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK MEWUJUDKAN SEKOLAH RAMAH ANAK DI SMP NEGERI 28 SURABAYA

JURNAL REPLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.3

Forgiveness Therapy untuk Meningkatkan Konsep Diri Positif di SMA NU 1 Gresik