JURNAL REFLEKSI DWI MIGGUAN 1.4
OLEH: MABRURATUL HASANAH, M. Pd.
CGP
ANGKATAN 5 KABUPATEN PAMEKASAN
Untuk mewujudkan filosofi KHD
saya harus menjadi seorang guru penggerak yang memiliki otak luhur
manusia agar kita seorang guru penggerak yang bijaksana dalam mengambil segala
tindakan. Hal itu terjadi karena dengan kita memiliki otak luhur manusia maka
pembelajaran dengan filosofi KHD dan siswa yang memiliki profile Pancasila akan
tercapai. Hal itu akan saya tuangkan dalam visi saya sebagai guru penggerak.
Visi guru penggerak dapat diwujudkan dalam pembuatan BAGJA prakarsa perubahan.
Visi saya sebagai guru penggerak adalah mengembangkan sekolah ramah anak melalui
disiplin positif. Disiplin positif akan menjadikan budaya positif ketika
disiplin positif tersebut dilaksanakan oleh semua pihak sekolah. Cara untuk
menerapkan itu semua kita dapat menerapkan segitiga restitusi. Segi tiga restitusi tersebbit adalah 1. Menstabilkan
identitas, 2. Menvalidasi tindakan yang salah dan 3. Menanyakan keyakian. Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk
mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan
menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari
perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka
kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau
murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat
satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu
hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik
sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun
psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Sementara disiplin dalam bentuk
konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui
oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru
(sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima
bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk
jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang
umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada
batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan
pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu
bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan
konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap
guru di sini senantiasa memonitor murid. Setiap tindakan kita dilakukan dengan
suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan
dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara
paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua
tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu.
Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari
teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari
setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus
merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi
kebutuhan anak tersebut. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya
termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai dan tingkah
laku yang salah telah divalidasi, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan
nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang
seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang
seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus
pada gambaran tersebut. Selain itu kita harus memahami 5 posisi kontrol yaitu:
penghukum, pembuat merasa bersalah, peamnatau, teman dan manger. Sebelum saya
memahami modul ini saya cenderung menjadi pemantau dan penghukum, namun setelah
memahami modul 1.4 saya aka berusaha menjadi seorang manager.
Posisi
terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan
murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid
agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah
memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila
diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang
merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada
Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya
sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya,
maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat
konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki
kesalahan yang ada.
Tugas
seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid
untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik
dan kuat.
Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. Berdasarakan paparan di atas jelas saya akan berusaha menjadi kontrol manager.
Berikut contoh skenari segitiga
restitusi yang saya lakukan:
SKENARIO
SEGITIGA RESTITUSI ke- 2
(Ada anak yang memecahkan
kaca di jendela kelas karena main di dalam kelas)
NAMA GURU :
MABRURATUL HASANAH, M. Pd.
SISWA YANG BERMASALAH : MOH IBNU APRILIYANTO
KELAS X :
IPA 5
Pada tahap stabilkan identitas, seorang
guru bisa memberi ruang kepada murid untuk bercerita terlebih dahulu. Contoh :
Saya tidak tertarik
untuk mencari siapa yang salah, namun yang penting adalah bagaimana kita menemukan solusi permasalahan tersebut.
Guru
: “Tahukah kamu,
mengapa dipanggil kemari?”
Murid
: “Ya bu,
karena memecahkan kaca jendela!”
Guru : “Saya tidak tertarik untuk mencari siapa yang
salah, namun yang penting adalah
bagaimana kita menemukan
solusi permasalahan tersebut.”
Setelah menstabilkan identitas, kita bisa
melakukan validasi tindakan yang salah, misal dengan bertanya :
Guru : “Kamu pasti tahu mengapa melakukan hal itu?”
Murid : “Aku kan cuma main-main botol aqua doang,
bu. Eh
ternyata kena kaca!”
Di tahap ini, kita mulai bisa mengajak murid untuk berpikir dan menganalisis kesalahannya.
Guru : “Saya memahami alasan kamu bermain di kelas pada
saat jam istirahat, apa
yang bisa kamu lakukan untuk menemukan solusi dari permasalahan kamu?”
Murid : “Ya bu, saya akan mengganti kaca jendela yang pecah, kok!”
Ketika
murid sudah mulai menyadari kesalahannya, kita bisa tanyakan keyakinan padanya
(tahap ketiga dari segitiga restitusi). Lalu memberi ruang pada siswa untuk
memikirkan solusi terbaik. Misal :
Guru : “Kamu masih ingat tentang keyakinan kelas yang sudah disepakati?”
Murid : “Ya bu masih ingat. Gak boleh merusak sarana dan prasarana di kelas.”
Guru : “Kamu ingin seperti apa nantinya?”
Murid
: “Saya gak
akan mengulangi lagi bu.”
Guru : “Bisakah kamu untuk tidak main yang ekstrim didalam kelas?”
Murid
: “Bisa bu,
kalau saya mau main yang ekstrim ntar di lapangan bu.”
Guru : “Selain itu apa yang bisa kamu lakukan agar tidak
mengulangi lagi?”
Murid
: “Jika saya
mengulangi, temen-temen saya bisa mengingatkan saya bu. ”
Guru : “Ok semoga ke depannya lebih baik lagi ya…aamiin.
Comments
Post a Comment