MENGHILANGKAN BANALITAS DI DUNIA PENDIDIKAN



Oleh:

Ridwan

    Guru SMAN 2 Pamekasan

 

Anak secara filosofi merupakan titipan dan sekaligus ujian dalam hidup yang dianugerahkan pencipta kepada umat manusia. Dimensi positif pada anak selalu didikotomikan sebagai orang yang dapat menjaga martabat keluarga. Anak juga sebagai buffer bagi orang tua untuk menciptakan opini baik dalam bentuk keberhasilan menata hidup dan kehidupan pada lingkungan sosial masyarakat.

 Betapa kita semua diberi amanah yang sangat besar,yaitu berupa anak yang merupakan ciptaan maha sempurna dengan segala keunikannya.  Oleh sebab itu segala bentuk tuntunan yang akan memunculkan sifat baik pada diri anak membutuhkan kiat khusus yang tidak hanya bersifat jasmani tapi juga ruhani. Keunikan yang muncul karena  rekayasa-Nya, harus disikapi dengan bijak dan  arif untuk selalu mengarahkan pada jalan kebaikan demi masa depan kehidupannya.

Selain itu anak  merupakan investasi masa depan sekaligus penentu sejarah dan cermin bangsa, oleh sebab itu anak harus diberi ruang yang luas untuk tumbuh secara jasmani dan berkembang secara rohani. Pemenuhan hak anak mutlak dibutuhkan untuk membentuk generasi yang berkualitas. Generasi mendiri yang dapat menghadirkan karya cerdas, dan adaptable terhadap berbagai macam perubahan.

Pandemi covid 19 mengubah sketsa wajah pendidikan dari sisi afeksi. Ketika pembelajaran dilakukan tatap muka maka tata tertib sekolah menjadi ujung tombak untuk memperbaiki kelakuan anak, dengan segala sangsi yang diberlakukan. Bahkan kadang-kadang perlakuan pada anak yang selalu membuat ulah melewati batas kewajaran .

Wabah ini mengajarkan kepada kita semua,tentang beberapa perilaku yang harus berubah, diantaranya adalah tentang bagaimana menghargai keunikan anak. Anak jangan selalu dipandang memiliki perilaku buruk manakala memunculkan sifat-sifat yang tidak sesuai dengan norma yang  berlaku di masyarakat. Perilaku itu mncul karena sebab akibat yang kadang-kadang juga karena abainya kita dalam memberikan perhatian.

Oleh sebab itu pandemi ini kita jadikan momentum untuk menguatkan dan menegaskan kembali bahwa sekolah merupakan tempat untuk memberikan perlindungan kepada anak, sehingga akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan cinta tanah air. Selain itu pandemi ini juga sebagai jembatan menggugah setiap individu, orang tua, keluarga, pendidik, masyarakat, dunia usaha, media, pemerintah dan semua pihak akan pentingnya peran, tugas dan kewajiban masing-masing dalam memenuhi hak dan melindungi anak-anak kita.

Lembaga pendidikan merupakan salah satu lingkungan tempat tumbuh dan berkembang anak. Maka dari itu  harus dijauhkan dari sifat banal (kasar). Lingkungan pendidikan harus ramah bagi anak dan mengejewantah dalam bentuk non kekerasan, non diskriminasi, holistik dan integratif   dalam menghargai martabat serta menghormati setiap pandangan yang muncul.

Berhubungan dengan proses tumbuh dan berkembangnya anak tersebut,  lembaga pendidikan tidak hanya mempelajari berbagai tumpukan buku yang lengkap dengan berbagai macam penjelasannya, pun begitu bukan hanya mendengarkan ceramah dan berbagai instruksi dari guru dengan segala metode dan teknis yang diberikan. Pendidikan juga tidak hanya sekedar kegiaan kurikuler yang hanya berada di ranah pengetahuan dan keterampilan. Namun Pendidikan bagi anak adalah dapat memadukan dan menggelorakan antara kebaikan jiwa (hati dan perasaan), Fikiran (intelektual dan keterampilan) dan perilaku (moral).

Lembaga Pendidikan juga harus melakukan tindakan yang bersifat efektif dan operatif dalam arti tidak hanya mempertontonkan kemegahan bangunannya  yang memenuhi syarat sebagai tempat untuk belajar. Sekolah harus menjadi wadah  berkreasi dan berinisiatif terhadap bakat anak sejak dalam rahim (uterus). Namun demikian kreasi dan inisiatifnya tetap harus mendapatkan bimbingan dari para pemangku dan pengelola(baca: guru) sebagai bentuk tanggung jawab dalam mengarahkan anak sebagai orang yang belajar.

Evolusi yang harus dilakukan oleh sekolah dalam menghilangkan banalitas (kekerasan pada anak dapat dilakukan sebagai berikut: Pertama meniadakan budaya hukuman, sekolah bukan Lembaga peradilan yang menciptakan kosekuensi atas tindakan dan perbuatan yang dilakukan karena melanggar aturan. Tapi sekolah adalah laboratorium bagi anak untuk memiliki perilaku yang baik sesuai dengan tatanan, budaya dan kesepakatan yang berlaku di masyarakat. Oleh sebab ketika anak melanggar peraturan, bukan kemudian mendapatkan hukuman, akan tetapi diciptakan satu sistem agar anak mengakui kesalahannya dengan kesadaran sendiri.

Kedua, adanya budaya akademis yang konsisten dan terus menerus, budaya belajar yang diikuti dengan prestasi adalah keniscayaan yang harus dilakukan oleh sekolah. Diskusi, pelatihan (workshop), mengikuti lomba akademik dan non kademik, bedah buku, mendatangkan praktisi dan akademisi adalah bentuk apresiatif dan tentu juga aktualisasi diri dalam mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh anak. Ketiga, Guru dan tenaga Pendidikan harus juga menghilangkan gaya aristokrasi dalam dunia pendidikan, meniadakan berfikir konsevatif yang menghambat proses dan hasil pendidikan selaras dengan kampanye  anti kekerasan dan anti bulliying pada lingkungan pendidikan.

Banalitas yang diperlakukan kepada anak sesungguhnya bukan bentuk pembelajaran dapat menyembuhkan anak dari perbuatan yang kurang baik.akan tetapi akan melahitkan kekerasan baru, karena potensi dendam yang dimiliki manusia merupakan bagian psikologis yang tidak mudah dihilangkan. Salam.



Sukses IGI Jatim

#Salam Literasi
#Salam Hak Anak
#Salam Sekolah Ramah Anak
#Salam IGI. Yang Muda Luar Biasa

Comments

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - JetXSMS - JCM Hub
    Welcome to Borgata Hotel Casino 정읍 출장샵 & Spa, 남원 출장마사지 Atlantic City's premiere integrated casino resort. Enjoy the 남원 출장안마 hospitality of a welcoming city 김포 출장샵 with 김천 출장마사지 world-class rooms,

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK MEWUJUDKAN SEKOLAH RAMAH ANAK DI SMP NEGERI 28 SURABAYA

JURNAL REPLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.3

Forgiveness Therapy untuk Meningkatkan Konsep Diri Positif di SMA NU 1 Gresik