Hak Anak atas Informasi yang Layak

Oleh :
Bapak Hamid Patilima
Fasilitator Nasional
Konvensi Hak Anak


Kecerdasan seorang anak dapat terlihat dari ekspresi pandangannya melalui berbicara, menggambar, menulis, atau dengan cara lain. Ekspresi kecerdasan seorang anak sangat dipengaruhi oleh apa yang ia pelajari, pikirkan, dan rasakan. Ini semua bersumber dari informasi. Pasokan informasi ada yang dari internet, televisi, koran, buku, dan lain-lain. Walaupun begitu orang tua berperan dan tanggung jawab untuk meneliti, mengawasi, dan memastikan kebenaran, kenyamanan, dan keamanan informasi untuk anak. 

Siapa pembuat informasi, melalui apa informasi itu dikemas, dan bagaimana memastikan kebenaran informasi, serta apakah informasi tersebut berbahaya tidak pada anak kita. Ini semua membutuhkan kesadaran, keaktifan, inisiatif, kecerdasan, dan sensitifitas serta ketelitian dari ayahanda dan bunda. Pasal 7 KHA menegaskan bahwa "Orang dewasa harus memastikan informasi yang anak peroleh tidak berbahaya." Sedangkan dalam Q.49:6 "...Jika seseorang ... datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ...kecerobohan...". Bentuk kecerobohan, antara lain munculnya sikap prasangka kepada orang lain, kemudian mencari-cari kesalahan orang itu dan mengunjingnya (Q.49:11-12). Hal ini kemudian diekspresikan melalui ucapan, meme, status FB, dan lain-lain.

Seandainya wartawan, pemilik media (koran-tv-radio-internet), pemograman game, penulis, sutradara, produser, staf dan pejabat pemerintah di bidang komunikasi dan informasi, komisioner penyiaran, komisioner sensor film, aparat hukum (humas) merasa memiliki bayi, anak, dan remaja yang perlu dilindungi atas paparan informasi berbahaya. Beban ayahanda dan bunda berkurang dalam mendampingi dan membimbing anak mengakes informasi. Namun faktanya, Mereka-mereka ini ternyata bekerja hanya mengutamakan bisnis. Mereka mungkin sadar atau pura-pura tidak sadar bahwa uang yang mereka dapatkan juga untuk memberi makan anaknya dari hasil menjual keresahan dan ketakutan kepada para orang tua lainnya. Yang penting bukan anakku. 

Ini membutuhkan kesadaran kritis. Seandainya mereka menyadari betapa beratnya beban ayahanda dan bunda harus meluangkan waktu khusus untuk anaknya dalam memastikan informasi yang dikonsumsi oleh anak-anaknya.

Padahal Indonesia telah meratifikasi KHA sejak 1990, pada Pasal 17 menekankan informasi yang diperoleh anak tidak berbahaya, untuk itu "Pemerintah harus mendorong media untuk berbagi informasi dari banyak sumber berbeda, dalam bahasa yang dapat dipahami semua anak." Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika memperkenalkan berbagai konsep Melek Media, Melek Digital, Internet Sehat, Pusat Informasi Sahabat Anak. Biarkanlah itu sudah menjadi tugas dan fungsi pemerintah.

Bagaimana peran ayahanda dan bunda sekarang? Sebagai orang yang paling dekat dengan anak, ayahanda dan bundalah sangat menentukan. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak kita sangat dipengaruhi oleh kepedulian ayahanda dan bunda dalam memberikan hak anak atas informasi. Ini semua berproses melalui diskusi-diskusi ayahanda, bunda, bersama anak. Dengan catatan selalu memperhatikan kepentingan terbaik anak, mendengarkan pandangan mereka, serta bersikap non diskriminasi.

Ajak anak-anak mengidentifikasi informasi yang layak menurut mereka. Apa media yang aman mereka gunakan? Media mana yang dianggap kadang-kadang mengandung konten berbahaya (kekerasan, pornografi, dan intoleransi)? Bagaimana sikap mereka bila mengetahui media tersebut aman atau tidak aman? Diskusi-diskusi yang dipandu oleh ayahanda semakin seru pada masa-masa pandemik ini. Anggaplah ini juga sebagai pengisi waktu menjelang iftar. Ngabuburit. 

Melalui diskusi anak-anak mendapatkan banyak informasi yang akan memperkaya pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka dalam mengakses informasi. Agar diskusi semakin seru dan berkesan, ayahanda dan bunda melengkapi diri dengan berbagai informasi yang terkonfirmasi kebenarannya dan testimoni. Ungkapkan pengalaman-pengalaman bunda atau dari teman bunda. Ini juga semakin meyakinkan anak kita dalam mencari dan menggali sebuah informasi. Fokuskan diskusi dengan memilih salah satu dari media sumber informasi misal internet, televisi, koran, buku, dan lain-lain. Pastikan juga dalam diskusi mencari tahu siapa pemilik media, apa visi dan misinya, pemegang saham, pemasok informasi, kualitas para pekerjaannya, dan yang tidak kalah penting juga mengetahui orientasi bisnisnya. 

Ayahanda dan bunda mungkin tidak menyadari, anak kita mampu mengungkap betapa hebatnya internet yang menyatukan semua jaringan sumber daya informasi di dunia hanya melalui gadget di tangan kita. Begitu juga anak dapat berbagi cerita, sebetulnya sinetron atau berita di tv membawa informasi biasa saja, namun dikemas secara dramatisir. Ini juga dibenarkan dan dikuatkan oleh argumen ayahanda atau bunda.

Si kakak atau si adek juga menceritakan, bund sepertinya koran ini dan koran itu ada bedanya. Misal Koran A sepertinya hanya fokus menceritakan sesuatu yang dilebih-lebihkan, dan kadang gambarnya sadis, namun Koran B, lebih menonjolkan berita kekerasan. Biarkan mereka mengomentarinya. Toh pada akhirnya kita akan memberikan argumen akhir. Bagaimana dengan game, buku, dan lain-lain. Sepertinya ayahanda dan bunda perlu banyak waktu untuk mengembangkan kesadaran kritis anak dalam bermedia.

Itu semua seakan-akan sekenario untuk keluarga yang mapan. Berbicara hak anak atas informasi. Tidak ada perbedaannya. Keluarga miskin, menengah, kaya adalah sama. Pasti setiap ayahanda dan bunda bangga kepada anak-anaknya apa yang keluar dari mulutnya, tangannya, tidak membuat orang lain tersakiti, tersinggung, resah, apalagi mengganggu ketertiban umum. Kembali lagi kuncinya adalah Informasi.

Bagaimana dengan ayahanda dan bunda yang mendampingi anak dengan disabilitas? Saat ini media semakin arif dengan mereka, dibuktikan dengan adanya penerjamah bagi anak tuna rungu. Meskipun demikian, ayahanda dan bunda perlu tetap meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melayani mereka.

Pastikan juga anak-anak bunda dan ayahanda yang tinggal di sekolah asrama, panti asuhan, rumah tahanan, dan lembaga pembinaan khusus anak, para walinya mengawasi anak-anak dalam mengakses informasi.

Akhirnya ayahanda dan bunda semakin yakin kepada anak-anak dan begitu anak-anak kita semakin percaya diri setiap pandangan yang mereka ekspresikan melalui suara, gambar, dan tulisan penuh dengan kebenaran. Karena mereka mendapatkan informasi yang layak.

Kalau melihat wujud ayahanda dan bunda yang sesungguhnya lihat anaknya sekarang.

Salam,

Comments

Popular posts from this blog

PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK MEWUJUDKAN SEKOLAH RAMAH ANAK DI SMP NEGERI 28 SURABAYA

Forgiveness Therapy untuk Meningkatkan Konsep Diri Positif di SMA NU 1 Gresik

REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3